A. Tentang Ide
Diantara pemikiran Plato yang terpenting adalah teorinya tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi bersifat metafisis. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya Heraklitus dengan pendapatnya Permenides, menurut Heraklitus segala sesuatu selalu berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya bagi dunia jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja.
Plato menjelaskan bahwa, “dunia fisik yang kita rasakan dengan indera adalah suatu kedaan yang terus menerus berubah. Sebaliknya, realitas universal ide-ide yang kita sadari dengan pikiran adalah sesuatu yang berubah dan bersifat abadi. Masing-masing bentuk seperti bulat, lelaki, warna, indah, dan sebagainya menyerupai semacam pola bagi objek tertentu di dunia. Dengan kata lain, objek tertentu di dunia adalah salinan yang tidak sempurna dan selalu berubah dari ide universal yang abadi.” Jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga memiliki satu "ide" atau "forma" bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu "ide" ranjang. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak "real". Demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari "ide", yang merupakan satu-satunya ranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai pelbagai ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanyalah opini.
Perbedaan antara pengetahuan dan opini menurut Plato adalah, bahwa orang yang memiliki pengetahuan berarti memiliki pengetahuan tentang "sesuatu", yakni "sesuatu" yang eksis, sebab yang tidak eksis berarti tidak ada. Oleh karena itu pengetahuan tidak mungkin salah, sebab secara logis mustahil bisa keliru. Sedangkan opini bisa saja keliru, sebab opini tidak mungkin tentang apa yang tidak eksis, sebab ini mustahil dan tidak mungkin pula tentang yang eksis, sebab ini adalah pengetahuan. Dengan begitu opini pastilah tentang apa yang eksis dan yang tidak eksis sekaligus. Maka kita dapat menartik pengertian bahwa opini adalah tentang dunia yang tampil pada indera, sedangkan pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra-inderawi; sebagai misal, opini berkaitan dengan benda-benda partikular yang indah, sementara pengetahuan berkaitan dengan keindahan itu sendiri.
Kemudian jika kita kaitkan dengan perkembangan suatu masyarakat dalam negara menurut pemikiran Platao di atas bahwa, segala sesuatu di dunia ini yang terlihat oleh mata akan mengalami perubahan, yang tidak berubah adalah ide. Nah, yang tidak berubah adalah “Negara” itu sendiri yang dapat kita jadikan suatu pengetahuan, sedangkan yang berubah adalah structural pemerintahan seperti (monarkhi, hierarkhi, maupun demokrasi) yang dibuat oleh para penguasa pemerintahan yang bisa kita peroleh adalah opini. Karena opini, maka belum tentu benar. Misal Negara Indonesia ini belum tentu cocok dengan bentuk negara yang demokrasi ada kemungkinan pasti suatu saat nanti akan berubah dan seterusnya, Padahal sebenarnya adalah hanya satu negara yaitu Negara Indonesia (ini yang dinamakan ide menurut Plato mengenai suatu negara).
B. Tiga Gelombang Pemikiran Plato
Dari seluruh beah pikiran yang dipersembahkan Plato bagi pembangunan Negara Ideal, ada tiga pokok fikiran yang merupakan gelombang yang saling susul-menyusul dan yang dikatakanya bahwa yang di belakang lebih besar daripada yang telah mendahuluinya.
1. Gelombang pertama (The First Wave)
Gelombang pertama menurut plato ialah bahwa pria dan wanita itu sama, oleh sebab itu harus memperoleh kesempatan yang sama, terutama dalam pendidikan dan pekerjaan. Plato mengatakan secara alamiah wanita dapat berperan dlam seluruh kegiatan yang dilakukan manusia, sama dan seimbang dengan peran pria. Namun perlu diketahui bahwa kendati Plato memperjuangkan kesamaan pria dan wanita Sebagaimana gerakan emansipasi kaum wanita yang muncul sejak abad kesembilan belas, tetapi motivasinya berbeda. Plato melihat selama ini tenaga wanita tidak dimanfaatkan dengan baik dan disia-siakan begitu saja, sedangkan dipihak lain pria harus menghidupi keluarga dan negara. Bagi plato itu tidak adil dan harus dirubah dengan memanfaatkan tenaga yang sia-sia.
2. Gelombang Kedua (The Secound Wave)
Apa yang dimaksud gelombang kedua adalah gagasannya untuk menghapus perkawinan dalam keluarga demi membentuk satu keluarga yang besar, yakni Negara, sehingga semua orang “bersaudara dalam negara.” Palto mengatakan bahwa alangkah baiknya jika seorang pria tidak memiliki seorang istri, sehingga semua wanita adalah untuk pria dan semua pria adalah untuk semua wanita dan demikian semua anak adalah unt7uk semua orang tua agar tidak seorangpun mengetahui siapa anak dan orang truanya. Dengan dmikian jika satu orang bertemu di Jalan maka dia akan menyapa sebagai saudaranya.
Tujuan Plato yang pertama adalah dengan tirciptanya suatu negara dalam satu keluarga, maka ketuhanan dan kesatuan negara akan terjamin berdasarkan ikatan kasih persaudaraan yang merupakan ikatan yang amat kokoh. Kedua, untuk meningkatkan loyalitas dan dedikasi kepada negara, Apabila perkawinan dan keluarga dihapuskan maka tidak seorangpun akan direpotkan dengan tetek bengek keluarga. Ketiga, pengendalian jumlah pendududk..
3. Gelombang Ketiga (The Third Wave)
Gelombagng ketiga menurut Plato adalah gagasan mengenai Filsuf-raja. Plato mengatakan para raja di negara yang ideal adalah para filsuf. Hanya apabiola para filsuf menjadi penguasa, yaitu jika kekuasaan politik dan kecerdasan serta pengetahuan yang tinggi menyatu di tangan para cendikiawan, barulah negara akan dapat dipimpin dengan nikmat dan kearifan sejati (true wisdom). “Filsuf adalah pecinta kebijaksanaan”. Selain pengetahuan yang tinggi, p[aling tidak mempunyai tujuh identitas filsuf.
1) Mereka senantiasa gemar akan pengetahuan
2) Pecinta segalayang mulia
3) Filsuf sejati senantiasa hidup dalam cinta kasih
4) Cinta akan kebenaran
5) Mengrjar kesenangan jiwa dan bukan kesenangan dan kenikmatan jasmani
6) Pengendalian diri
7) tidak picik dan tidak jahat
C. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, negara menurut Plato itu dapat berubah dalam hal bentuk misalnya bentuk negara monarkhi, hierarkhi, maupun demokrasi, yang tidak berubah adalah esensi “Negara” iotu sendiri. Ini mengikuti dasar pemikiran Plato yaitu “segala sesuatu di dunia ini yang terlihat oleh mata akan mengalami perubahan, yang tidak berubah adalah ide.” Sedangkan ide di sini adalah sebagai pengetahun dan yang tampak oleh fisik adalah opini, yang namanya opini itu adalah belum tentu benar. Dengan demikian setiap bentuk negara yang di terapkan dalam suatu negar itu berpotensi untuk berubah mengikuti zaman.
Kemudian untuk membentuk nmegara yang ideal menurut Plato ada tiga gelombang pemikiran yang saling bekaitan, yaitu: Gelombang pertama menurut plato ialah bahwa pria dan wanita itu sama, oleh sebab itu harus memperoleh kesempatan yang sama, terutama dalam pendidikan dan pekerjaan. Gelombang kedua adalah gagasannya untuk menghapus perkawinan dalam keluarga demi membentuk satu keluarga yang besar, yakni Negara, sehingga semua orang “bersaudara dalam negara”. Gelombagng ketiga menurut Plato adalah gagasan mengenai Filsuf-raja. Plato mengatakan para raja di negara yang ideal adalah para filsuf.
Diantara pemikiran Plato yang terpenting adalah teorinya tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi bersifat metafisis. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya Heraklitus dengan pendapatnya Permenides, menurut Heraklitus segala sesuatu selalu berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya bagi dunia jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja.
Plato menjelaskan bahwa, “dunia fisik yang kita rasakan dengan indera adalah suatu kedaan yang terus menerus berubah. Sebaliknya, realitas universal ide-ide yang kita sadari dengan pikiran adalah sesuatu yang berubah dan bersifat abadi. Masing-masing bentuk seperti bulat, lelaki, warna, indah, dan sebagainya menyerupai semacam pola bagi objek tertentu di dunia. Dengan kata lain, objek tertentu di dunia adalah salinan yang tidak sempurna dan selalu berubah dari ide universal yang abadi.” Jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga memiliki satu "ide" atau "forma" bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu "ide" ranjang. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak "real". Demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari "ide", yang merupakan satu-satunya ranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai pelbagai ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanyalah opini.
Perbedaan antara pengetahuan dan opini menurut Plato adalah, bahwa orang yang memiliki pengetahuan berarti memiliki pengetahuan tentang "sesuatu", yakni "sesuatu" yang eksis, sebab yang tidak eksis berarti tidak ada. Oleh karena itu pengetahuan tidak mungkin salah, sebab secara logis mustahil bisa keliru. Sedangkan opini bisa saja keliru, sebab opini tidak mungkin tentang apa yang tidak eksis, sebab ini mustahil dan tidak mungkin pula tentang yang eksis, sebab ini adalah pengetahuan. Dengan begitu opini pastilah tentang apa yang eksis dan yang tidak eksis sekaligus. Maka kita dapat menartik pengertian bahwa opini adalah tentang dunia yang tampil pada indera, sedangkan pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra-inderawi; sebagai misal, opini berkaitan dengan benda-benda partikular yang indah, sementara pengetahuan berkaitan dengan keindahan itu sendiri.
Kemudian jika kita kaitkan dengan perkembangan suatu masyarakat dalam negara menurut pemikiran Platao di atas bahwa, segala sesuatu di dunia ini yang terlihat oleh mata akan mengalami perubahan, yang tidak berubah adalah ide. Nah, yang tidak berubah adalah “Negara” itu sendiri yang dapat kita jadikan suatu pengetahuan, sedangkan yang berubah adalah structural pemerintahan seperti (monarkhi, hierarkhi, maupun demokrasi) yang dibuat oleh para penguasa pemerintahan yang bisa kita peroleh adalah opini. Karena opini, maka belum tentu benar. Misal Negara Indonesia ini belum tentu cocok dengan bentuk negara yang demokrasi ada kemungkinan pasti suatu saat nanti akan berubah dan seterusnya, Padahal sebenarnya adalah hanya satu negara yaitu Negara Indonesia (ini yang dinamakan ide menurut Plato mengenai suatu negara).
B. Tiga Gelombang Pemikiran Plato
Dari seluruh beah pikiran yang dipersembahkan Plato bagi pembangunan Negara Ideal, ada tiga pokok fikiran yang merupakan gelombang yang saling susul-menyusul dan yang dikatakanya bahwa yang di belakang lebih besar daripada yang telah mendahuluinya.
1. Gelombang pertama (The First Wave)
Gelombang pertama menurut plato ialah bahwa pria dan wanita itu sama, oleh sebab itu harus memperoleh kesempatan yang sama, terutama dalam pendidikan dan pekerjaan. Plato mengatakan secara alamiah wanita dapat berperan dlam seluruh kegiatan yang dilakukan manusia, sama dan seimbang dengan peran pria. Namun perlu diketahui bahwa kendati Plato memperjuangkan kesamaan pria dan wanita Sebagaimana gerakan emansipasi kaum wanita yang muncul sejak abad kesembilan belas, tetapi motivasinya berbeda. Plato melihat selama ini tenaga wanita tidak dimanfaatkan dengan baik dan disia-siakan begitu saja, sedangkan dipihak lain pria harus menghidupi keluarga dan negara. Bagi plato itu tidak adil dan harus dirubah dengan memanfaatkan tenaga yang sia-sia.
2. Gelombang Kedua (The Secound Wave)
Apa yang dimaksud gelombang kedua adalah gagasannya untuk menghapus perkawinan dalam keluarga demi membentuk satu keluarga yang besar, yakni Negara, sehingga semua orang “bersaudara dalam negara.” Palto mengatakan bahwa alangkah baiknya jika seorang pria tidak memiliki seorang istri, sehingga semua wanita adalah untuk pria dan semua pria adalah untuk semua wanita dan demikian semua anak adalah unt7uk semua orang tua agar tidak seorangpun mengetahui siapa anak dan orang truanya. Dengan dmikian jika satu orang bertemu di Jalan maka dia akan menyapa sebagai saudaranya.
Tujuan Plato yang pertama adalah dengan tirciptanya suatu negara dalam satu keluarga, maka ketuhanan dan kesatuan negara akan terjamin berdasarkan ikatan kasih persaudaraan yang merupakan ikatan yang amat kokoh. Kedua, untuk meningkatkan loyalitas dan dedikasi kepada negara, Apabila perkawinan dan keluarga dihapuskan maka tidak seorangpun akan direpotkan dengan tetek bengek keluarga. Ketiga, pengendalian jumlah pendududk..
3. Gelombang Ketiga (The Third Wave)
Gelombagng ketiga menurut Plato adalah gagasan mengenai Filsuf-raja. Plato mengatakan para raja di negara yang ideal adalah para filsuf. Hanya apabiola para filsuf menjadi penguasa, yaitu jika kekuasaan politik dan kecerdasan serta pengetahuan yang tinggi menyatu di tangan para cendikiawan, barulah negara akan dapat dipimpin dengan nikmat dan kearifan sejati (true wisdom). “Filsuf adalah pecinta kebijaksanaan”. Selain pengetahuan yang tinggi, p[aling tidak mempunyai tujuh identitas filsuf.
1) Mereka senantiasa gemar akan pengetahuan
2) Pecinta segalayang mulia
3) Filsuf sejati senantiasa hidup dalam cinta kasih
4) Cinta akan kebenaran
5) Mengrjar kesenangan jiwa dan bukan kesenangan dan kenikmatan jasmani
6) Pengendalian diri
7) tidak picik dan tidak jahat
C. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, negara menurut Plato itu dapat berubah dalam hal bentuk misalnya bentuk negara monarkhi, hierarkhi, maupun demokrasi, yang tidak berubah adalah esensi “Negara” iotu sendiri. Ini mengikuti dasar pemikiran Plato yaitu “segala sesuatu di dunia ini yang terlihat oleh mata akan mengalami perubahan, yang tidak berubah adalah ide.” Sedangkan ide di sini adalah sebagai pengetahun dan yang tampak oleh fisik adalah opini, yang namanya opini itu adalah belum tentu benar. Dengan demikian setiap bentuk negara yang di terapkan dalam suatu negar itu berpotensi untuk berubah mengikuti zaman.
Kemudian untuk membentuk nmegara yang ideal menurut Plato ada tiga gelombang pemikiran yang saling bekaitan, yaitu: Gelombang pertama menurut plato ialah bahwa pria dan wanita itu sama, oleh sebab itu harus memperoleh kesempatan yang sama, terutama dalam pendidikan dan pekerjaan. Gelombang kedua adalah gagasannya untuk menghapus perkawinan dalam keluarga demi membentuk satu keluarga yang besar, yakni Negara, sehingga semua orang “bersaudara dalam negara”. Gelombagng ketiga menurut Plato adalah gagasan mengenai Filsuf-raja. Plato mengatakan para raja di negara yang ideal adalah para filsuf.
0 comments:
Post a Comment