bagaimana rumah tangga kita hidup didesa yang jauh dari listrik dan jalan raya pada tahun 1945, untuk memudahkan pemahaman pembaca apa maksud tulisan ini, mungkin dapat dianalogikan negara kita sama seperti kondisi 65 tahun silam yang baru saja merdeka.
lantas apa analogi kehidupan bernegara kita setelah merdeka, mungkin dapat dianalogikan kita sebagai keluarga baru anak orang kaya dengan tinggalan tanah yang luas dan subur mudah dijarah orang lain yang bertetangga dengan negara asian.
lantas apa analogi Rf, RW, Gotong Royong yang ada dikampung - kampung dulu sangat guyup antar tetangga kita saat itu, mungkin sama dengan organisasi bernegara ada Bupati Gubernur sampai Presiden yang sekarang rasa gotong royongnya sudah seperti dikampung modern yang semuanya dapat dibayar atau rerukur dengan uang yang sangat rakus produk manufaktur teknologi dari ratusan negara produsen karena kita anak orang kaya.
lantas apa konsep hidup bernegara yang konstruktif setelah kita dikampung modern akibat telekomunikasi nasional yang konon hanya menggunakan kentongan atau asap yang membubung keudara, kita tidak punya konsep dan hanya mengandalkan kekayaan tinggalan orang tua berupa tanah dan air yang sekarang makin tidak ternilai harganya padahal saling berselisih paham.
apa analogi yang paling tepat bila kita pemalas, saling berebut warisan orang tua, tidak keratif yang berbeda jauh dengan negara tetangga yang lebih maju, itulah masyalah kita bersama.
masalah bangsa yang tidak harus negara saja yang mengurus, kita harus ikut menjaga luas wilayah membuat swasta juga punya konsep cara kita bertetangga ada multi media yang penting dan sangat penting untuk dijaga kebersamaan tidak menggunakan cara negara saja.
lantas apa analogi kompasiana sebagai jaringan telekomunikita kita antar penduduk didunia, adalah warung kopi yang sering dikunjungi bule dengan bahasa mereka dan pengunjung indonenesia yang memilih kenyamanan dengan bahasa nasionalnya yang sekali sekali - sekali ada tamu lokal dengan logat mbanyumasan, jawa timuran datang kewarung kompasiana tentu saja ada yang senang nimbrung mampir maupun hanya mendengarkan dengan sekedar membaca saja.
dalam hal ini, penulis mau tanya kepada pembaca bagaimana bisa tahun 70 an kita sebagai bangsa mempunyai konsep bernegara yang sangat cerdas seperti Patih Gajah Mada mempersatukan Indonesia dengan Satelit Palapa sedangkan kita saat itu masih diketawain negara tetangga dicibir sebagai masyarakat agraris beli satellit itu buat apa katanya?????
Jawabnya, Pasti bukan gagasan Presidennya, Bukan gagasan Menterinya, Bukan gagasan DPRnya, hingga sekarang mereka makin memproyekkan ongkos saja. Terpaksa, PIHAK SWASTA YANG HARUS MEMILIKI RASA NASIONAL SEBAGAI BANGSA YANG AKAN BERTEKNOLOGI DAN BERDAULAT NKRI dengan REVOLUSI DIAM yang saya tulis sejak Maret hanya di Kompasiana ini ora nggango boso jowo nuwun yo sedulur kabeh.
0 comments:
Post a Comment