MEMBACA DAN SASTRA ANAK
DAFTAR ISI
Halaman Halaman
DAFTAR ISI………………………………………………………………… i
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………........ 1
A. Latar Belakang …………………………………………............... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………........... 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………….................... 5
A. Proses Membaca………………………………....................... 1
B. Kaitan Membaca Dan Sastra ………………………………............. 6
C. Sastra Sebagai Landasan Pengembangan Membaca…………. 7
D. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca ……………... 9
E. Problem Umum Yang Dihadapi Anak Dalam Membaca……… 9
F. Pemanfaatan Bahan Ajar Sastra Bagi Penumbuhkembangan Kemampuan Berbahasa ……………………………………..
BAB III KESIMPULAN………………………………………….............. 14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sastra dan bahasa Indonesia mempunyai peranan yang penting didalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, kita harus mempelajari ilmu pendidikan tentang bahasa dan sastra Indonesia. Agar kita dapat belajar dan mengetahui bagaimana cara kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Terutama bagi calon pendidik, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dirasakan memang sangat penting. Karena ketika seorang pendidik memberikan pengajaran kepada anak-anak didiknya, Ia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Apabila seorang pendidik mengunakan bahasa yang kurang baik, maka akan dicontoh oleh anak-anak didiknya.
Dewasa ini, dari sekian banyak orang, yang bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar amat sedikit. Bahkan yang lebih parahnya masih ada diantara mereka yang sama sekali tidak bisa membaca (buta huruf). Oleh karena itu anak-anak harus belajar membaca dari kecil karena membaca sangat penting. Dengan membacalah kita akan mendapat berbagai macam pengetahuan. Di sinilah peran seorang guru/pendidik yang harus memberantas buta huruf.
B. Tujuan
Pendidikan di Sekolah Dasar mertujuan memberikan bekal kemampuan dasar “membaca, menulis dan menghitung”, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai tingkat perkembangannya. Kemudian, tujuan pembelajaran sastra adalah agar kita dapat mempergunakan bahasa sastra dengan benar khususnya di kalangan pelajar. Dimana sastra pada saat ini khususnya bahasa Indonesia menjadi problematika saat UAS maupun UNAS karena kebanyakan siswa meremehkan bahasa sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Membaca
Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan menggunakan pikiran dan juga perasaan, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Di SD, khususnya di kelas 1 dan 2 diutamakan pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana melalui membaca, menulis, mengarang dan imla (dikte) dengan menggunakan bahasa Indonesia baku. Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar menggunakan bahasa, dalam kegiatan kegiatan belajar di kelas 1 dan 2 diberikan pengetahuan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial.
Menurut Spodek dan Saracho, membaca merupakan proses mendapatkan makna dari barang cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang cetak yaitu :
1. Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.
2. Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna[1].
Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan yang kedua digunakan oleh pembaca permulaan.
Combs membagi kegiatan membaca menjadi tiga tahap yaitu:
1) Tahap persiapan
Anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf dan konsep tentang kata.
2) Tahap perkembangan
Anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak, anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan yang lain.
3) Tahap Transisi
Anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai[2].
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam pengajaran membaca yaitu:
a) Pengembangan aspek sosial anak
b) Pengembangan fisik
c) Pengembangan kognitif
B. Kaitan Membaca dan Sastra
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan.
Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektifan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
1. Sastra anak-anak dan pengembangan kebewaraan
Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81). Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD.
Pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan membaca dan menulis (Kurikulum Pendidikan Tahun 1994). Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan ini anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa, sastra dapat mengembangkan bahasa anak (Huck, 1987: Ellis, 1989)
Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “Literacy” dari bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian karena tujuan yang diharapkan bukan sekedar mengenal aksara atau tulisan. Para guru memperkenalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan komputer (computer literacy).
Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.
2. Awal Keberwacanaan
Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan dimulai secara formal pada tingkat pertama.
Implikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang disebut awal keberwacanaan (emergency literacy).
Berdasarkan keberwacanaan ditentukan oleh 4 komponen, atau 4 elemen umum yaitu:
a. Pesan tekstual (textual intent)
b. Daya tawar (negotiability)
c. Bahasa digunakan untuk meningkatkan bahasa (language use to tinetune language)
d. Pengambilan risik (risk takinag)
3. Fungsi sastra anak-anak dalam pengebangan keberwacanaan
Pada bagian awal tulisan ini dikemukakan bahwa keberwacanaan mengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan menulis[3].
Smith mengatakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktifitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain anak-anak dapat mengamati dan memahami konvesi serta gagasan secara bersama-sama (Huck, 1987)[4].
C. Sastra Sebagai Landasan Pengembangan Membaca
Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai pendekatan dan strategi untuk membentuk keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat digambarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara terpadu.
Adapun kegiatan membaca sastra dapat dilakukan dengan cara:
- Kegiatan Teraran
Guru memerlukan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu kepada kelompok anak atau seluruh anak di kelas. Dalam keseluruhan program pembelajaran bahasa kegiatan terarah kadang-kadang berwujud pembelajaran strategi membaca. Misalnya murid menanggapi ilustrasi cerita, membuat ilustrasi hasil karya sastra sendiri, mendemonstrasikan peristiwa dan sebagainya.
- Kegiatan bebas
Anak-anak perlu sekali diberikan kesempatan untuk memprakarsai kegiatan-kegiatan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membuat keputusan, mengatasi masalah, dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar, mereka sendiri dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi tuntutan dunia kerja dalam kehidupan yang sebenarnya.
- Kegiatan murid-guru
Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolong anak-anak yang memerlukan peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan berpikir[5].
D. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca
Sebagaimana kita ketahui, bagi sebagian besar murid SD bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar bahasa Indonesia dikemukakan bahwa bahasa pertama (bahasa ibu) memiliki peran dalam keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk belajar membaca dan menulis.
Dulay dan Krahsen mengemukakan bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh positif juga negatif terhadap proses belajar bahasa kedua.
o Pengaruh positifnya adalah bahwa bahasa pertama yang dimiliki siswa dapat memperlancar proses belajar bahasa kedua.
o Pengaruh negatif: Bahasa pertama yang telah dikuasai siswa dapat menghambat proses penguasaan bahasa kedua.
Ellis menggunakan istilah transfer untuk menamai pengaruh positif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua, dan istilah interferensi untuk menamai pengaruh negatif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua. Belajar bahasa Indonesia pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, meningkatkan kemampuan berpikir, dan memperluas wawasan, maka bahan pengajaran harus diarahkan pada kepentingan tersebut. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan berkesinambungan dan dapat dipadukan dengan pelajaran lain. Penyajian bahan pengajaran bersifat fleksibel dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengajaran[6].
Pengajaran membaca yang baik adalah pengajaran yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai anak. Rubin (1993) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu: Peningkatan ucapan dan Kesadaran fonemik (bunyi). Kemampuan yang di ajarkan dalam kesadaran fonemik meliputi: pembedaan bunyi, pembedaan huruf, konsonan awal dan akhir, vocal, huruf, huruf tertentu dan bunyinya, suku kata[7].
Pengenalan kata merupakan proses yang melibatkan kemampuan mengidentifikasi simbol tulis, mengucapkan dan menghubungkannya dengan makna. Ribin (1993: 149) mengemukakan beberapa strategi untuk memperkenalkan kata yaitu:
a) Strategi pengucapan
Strategi untuk mengenali cara pengucapan suatu kata yaitu:
· Analisis dan sintesis fonik
· Keseluruhan kata atau metode menatap dan mengucapkan
· Meminta seseorang untuk mengucapkan kata untuk anda
· Unsur konteks (kata-kata yang melingkupi kata), unsurnya berupa definisi, contoh, perbandingan/konteks penjelasan yang dapat menggambarkan makna kata
· SAS (Structural Analisis and Synthesis) caranya membelah kata kedalam unit pengucapan
· melihat pengucapan dari kamus
b) Strategi pengenalan makna kata
Untuk mengajarkan makna kata dapat digunakan beberapa strategi yaitu:
· konteks, memanfaatkan konteks untuk memahami kata
· SAS untuk makna
· bertanya kepada orang lain tentang suatu makna kata
· memanfaatkan kamus
Berikut ini contoh kegiatan pembelajaran membaca :
Ø Kegiatan membedakan bunyi-bunyi
I. Perdengarkan percakapan kepada anak
II. Setelah diperdengarkan murid mempelajari huruf dan bunyi, kegiatannya berupa: (1). Sajikan kepada murid 3 kata yang diawali konsonan yang sama dan satu kata diawali konsonan berbeda. (2). Sajikan kata-kata yang diawali dengan konsonan yang sama atau berbeda
Kegiatan membedakan bunyi juga dapat dilakukan dengan menggunakan model permainan, contoh:
- Membedakan bunyi dalam kalimat
Ucapkan sebuah kalimat dan ulangi bunyi awal dari setiap kata yang ada dalam kalimat, tugaskan anak untuk menambahkan kata yang memiliki bunyi awal yang sama. Contoh: Adik suka permen
Pintu itu ditutup
Saya melihat……
Ucapkan kalimat yang diawali kata saya melihat diikuti bunyi yang akan diajarkan! Saya melihat d……….
Nita makan n……….
- Kegiatan membedakan huruf
Untuk kepentingan ini digunakan kartu-kartu huruf atau permainan huruf.
E. Problem Umum Yang Dihadapi Anak Dalam Membaca
Berikut ini dikemukakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak dalam membaca:
Tabel Kategori
No.
|
Kategori
|
Wujud
|
1
|
Pramembaca
|
1) kurang mengenali huruf
|
2
|
Membaca
Bersuara
|
2) membaca kata demi kata
3) pemparafrasean yang salah
4) miskin pelapalan(kesalahan pengucapan)
5) penghilangan
6) pengulangan
7) pembalikan
8) penyisipan
9) penggantian
10) menggunakan gerak bibir, jari telunjuk, menggelengkan kepala
|
3
|
Pecahan
Kode (Decoding)
|
11) kesulitan kesamaan
12) kesulitan vokal
13) kesulitan kluster, diftong, digraf
14) kesulitsn menganalisis struktur kata
15) tidak mengenali makna kata dalam kalimat
|
F. Pemanfaatan Bahan Ajar Sastra Bagi Penumbuhkembangan Kemampuan Berbahasa
Pengajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menyiapkan agar anak mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pengajaran yang demikian pada hakekatnya adalah pengajaran yang dimaksudkan untuk membentuk kompetensi komunikasi. Kompetensi ini memiliki empat unsur pokok yaitu pengetahuan dan penguasaan kaidah tatabahasa baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun sematik. Pengajaran apresiasi sastra dengan bahan bahan ajar sastranya, berfungsi sebagai wahana penbentukan kompetensi komunikasi khusus kepada anak. Kompetensi yang dimaksud disini adalah kompetensi komunikasi sastra dan kompetensi komunikasi bahasa yang lain yang berarah emotif-imajinatif.
Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia.
Pengajaran sastra dewasa ini dibagi dua golongan besar yaitu:
a. Pengajaran tentang sastra, pengajaran tentang sastra berisi teori-teori sastra.
b. Pengajaran sastra beranggapan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra siswa harus langsung dikenalkan dan diakrabkan dengan karya sastra.
Kegiatan mengenal meliputi melihat, mendengar, menyimak, dan membaca. Kegiatan memahami meliputi kegiatan menafsirkan, mengartikan, memproposikan, mencari hubungan, menemukan pola, menarik kesimpulan dan menggeneralisasi.
G. Model Pegembangan Keberwacanaan Melalui Sastra
v Model perencanaan pengembangan
Komponen-komponen pembelajaran yang perlu direncanakan meliputi tujuan pembelajaran, bentuk dan sifat pembelajaran, bahan pembelajaran serta prosedur pembelajaran (Norton & Norton, 1994:7).
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat menemukannya dari tujuan umum pengajaran. Bentuk prmbelajaran dibedakan atas pembelajaran klasikal kelompok dan individu. Agar epektif dibutuhkan kerjasama antara murid dan guru meliputi kelompok kecil dan individu. Aktivitas ini dibedakan menjadi aktivitas jangka pendek, jangka lama, dan aktivitas pojok belajar.
Bahan pembelajaran meliputi nama-nama buku, referensi, gambar-gambar pendukung media.
v Strategi pengembangan
Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga tertantang membacanya.
Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang berusaha menerapkan latihan pada buku latihannya.
Jenis strategi diantaranya yaitu: a. Teknik Cloze, Ringkasan Model Burgs (RBM). RBM dikembangkan dari prosedur klos yang sudah lajim melalui dua cara; pertama siswa belajar melalui ringkasan bukan dengan teks asli, kedua kata-kata terpilih digantikan kata kosong awal kata, RBM juga disajikan sebagai permainan. Agar aplikasi ini tetap mengembangkan keterampilan anak perlu prosedur klos yang terbimbing sebagaimana contoh berikut:
Pada suatu hari para p………….. berdatangan menembaki b…………….. dan satwa lainya. Kehidupan yang semula tentram dan tenang akhirnya berubah menjadi kacau karena kedatangan pemburu. Keluarga c…………… yang semula bersatu, akhirnya terpaksa berpisah akibat pemburu yang serakah. S……………. yang masih tertinggal merasa terancam.
Cendrawasih dan burung yang lainnya selalu memohon kepada Tuhan agar melindungi keseimbangan alam.
|
b. Tangga cerita (story ladders)
Tangga cerita diciptakan dengan membuat ringkasan cerita yang bagian akhir kalimatnya dihapus. Contoh berikut didasarkan pada cerita malin kundang[8]:
1. Dalam cerita ini malin kundang adalah………………………………………………………….
2. Dia merantau ke…………………………………………………
3. Akhirnya dia pulang dan tida mengakui ibunya terus ibunya…………………………………………………………..
|
BAB III
KESIMPULAN
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai arti yang cukup penting. Poin yamg lebih penting lagi di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama adalah membaca. Karena ketika kita duduk dibangku SD, hal pertama yang harus kita pelajari adalah membaca, kemudian kita akan dapat menulis juga menghitung serta merangkai berbagai macam kalimat. Jika begitu kita akan dapat membacakan karya-karya sastra. Sastra juga sarana yang diberikan untuk mengembangkan kreatifitas anak di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sebagai seorang calon pendidik ada beberapa hal yang sapat kita lakukan diantaranya:
1. Pendidik harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika memberikan pengajaran kepada anak didiknya.
2. Pendidik harus memastikan bahwa anak-anak didiknya senang, suka, juga nyaman diajar oleh kita, agar mereka dapat menerima materi dengan baik dan tidak merasa terpaksa.
3. Belajarlah terus agar menjadi guru yang professional.
DAFTAR PUSTAKA
Rusyana, Yus.1984. Bahasa dan sastra dalam gempitan pendidikan. Bandung: CV Dipenegoro.
Alwasilah, A. Chaedar. 1986. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Yusuf, Syamsu. dkk. 1993. Dasar-dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar. Bandung: CV Andira.
Badudu, J.S. 1978. “Morfologi” Bahan Kuliah pada Penataran Disiplin. Ilmu. Bndung: FKSS IKIP.
Rofi Uddin Ahmad dan Zuhri, Darmiyanti. 1998. Pendidikan Bahasa dan Sastra Inonesia dikelas Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoran Jendral Pendidikan Tinggi.
http:/www.balipast.com/ balipastcetak/2004/12/12/apresiasi.html
[1] Yus Rusyana, Bahasa Dan Sastra Dalam Gempitan Pendidikan. (CV Dipenegoro, Bandung: 1984). Hal. 27
[2] Ibid. hal. 29-30.
[3] Mansoer Pateda, Sosiolinguistik, (Angkasa Bandung: 1987). Hal. 19
[4]A. Chaedar Alwasilah, Sosiologi Bahasa, (Angkasa, Bandung: 1986). Hal. 234.
[5] Henry Guntur Tarigan,. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. (Angkasa, Bandung: 1986). Hal. 300.
[6] http:/www.balipast.com/ balipastcetak/2004/12/12/apresiasi.html
[7] Syamsu Yusuf, dkk. Dasar-dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar. (CV Andira, Bandung: 1993). Hal. 37.
[8] J.S. Badudu, “Morfologi” Bahan Kuliah Pada Penataran Disiplin Ilmu. (FKSS IKIP, Bndung: 1978).
0 comments:
Post a Comment