Dalam artikel ini saya akan mencoba untuk mengeluarkan kegelisahaan saya selama ini tentang Bobroknya akademis mahasiswa dan dosen. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang mahsiswa untuk mengasah otak. Salah satunya dengan membentuk study club, sebagaimana yang saya ketahui bahwa study club merupakan salah satu metode belajar yang tidak asing lagi di kalangan mahasiswa, bahkan di beberapa kampus baik negeri maupun swasta sudah menjadi tradisi untuk mengasah intelektualitas mereka. Tetapi tidak pada Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Kebanyakan mahasiswa hanya memakai metode B.D.P (Berangkat, Duduk, Pulang) tanpa memikirkan akademis mereka sebagai seorang mahasiswa. Kemudian fakta di lapangan hanya ada beberapa group maupun kelompok saja yang kadang kala menjelang sore berkumpul, itupun bukan Study Club dan yang dikaji bukan mengedepankan eksistensi akademisi mahasiswa, bukan pada mengembangkan skill mahasiswa akan tetapi hanya kajian – kajian berupa wacana social yang pada akhirnya mengarah untuk kepentingan organisasi seperti PMII, HMI, KAMMI dll.
Tidak adanya study club dalam kampus bukan berarti mahasiswanya tidak berkualitas, akan tetapi tidak adanya study club dalam kampus khususnya di Prodi ilmu komunikasi merupakan salah satu indikasi lemahnya minat mahasiswa untuk mengasah otak melalui diskusi kelompok. Sehingga ketika mahasiswa itu lulus belum memiliki kesiapan yang cukup untuk menghadapi dunia luar kampus. Contoh saja, untuk lulusan tahun kemarin 2010 tidak ada yang magang di salah satu media cetak ternama di Surabaya Koran Jawa Pos dan apalagi tempatnya sudah di depan kampus.
Kebobrokan bukan hanya di mahasiswa tetapi juga Dosen. Cuma beberapa dosen saja yang benar – benar memperhatikan kemajuan intelektualitas mahasiswa. Kebanyakan para dosen lebih mengutamakan kepentingannya sendiri dari pada kepentingan mahasiswa. Lebih mirisnya lagi, bukan hanya mahasiswa saja yang tidak bekualitas tetapi juga para dosen pengajar. Dosen yang mumpuni dalam bidangnya dapat dihitung dengan jari. Seperti salah satu dosen yang mengajar Mata kuliah Komunikasi Sosial Pembangunan. Dari sekian materi yang sudah diberikan ternyata tidak ngefek sama sekali. Dan anehnya lagi,,, mahasiswa merasa jenuh dan pada ngobrol sendiri tetapi dosennya malah cuwek bebek dengan tetap menjelaskan materi. Seakan – akan dosen yang satu ini mengejar target “yang penting materi saya tersampaikan, mahasiswa paham atau tidak itu urusanmu”. Ini merupakan salah satu gambaran dari para dosen khususnya dosen yang mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi.
Tidak mudah merubah sesuatu untuk hasil yang lebih besar. Akankah selamanya seperti ini?? Siapakah yang salah??. Lantas siapkah diadakannya perombakan besar – besaran??
3 comments:
Artikel yang memukau! Sip....
Salam kenal, ijin ikutan nimbrung Mas ya..
Saya sepakat Mas. Akan lebih bagus jika ada data-datanya..
Siap.. saran diterima, itu kegelisahan saya waktu semester 4 :)
Post a Comment