Kaderisasi berarti proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam pemerintahan, partai, ormas, dan sebagainya. Dalam kehidupan berorganisasi, kaderisasi ini bertujuan untuk membentuk kader yang bisa menggerakkan organisasi, himpunan, ataupun kelompok dengan kepentingan masing-masing agar dapat terus berkembang.
Mengapa harus ada kaderisasi?, Pertanyaan semacam ini sering mengemuka dalam sebuah organisasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus di fahami bersama bahwa setiap sejarah membutuhkan generasi yang dapat “berbuat” untuk zamannya; dalam abad besar, tantangannya pasti besar dan dengan demikian membutuhkan generasi yang besar. Tapi barangkali itu terlalu muluk dan sok filosofis. Kita tengok dengan teropong yang lebih dekat.
Dalam ilmu politik, dikenal tiga domain yang menyangga setiap bangsa, yaitu state (negara), capital (modal/pasar) dan civil society (masyarakat sipil). Dalam konfigurasi itu negara maupun pasar potensial melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. Berbagai kebijakan dan orientasinya sering tidak memihak pada rakyat. Orientasi pasar dan politik yang terlalu tinggi tidak jarang menggusur kepentingan rakyat banyak, terutama rakyat kecil. Celakanya lagi, apabila dua kekuatan itu berkolaborasi. Rakyat pasti dirugikan. Ketidakadilan, kemiskinan, penggusuran adalah buah yang selalu dipetik dari “perkawinan” keduanya.
Nah, bagaimana agar itu tidak terjadi? Dibutuhkan penyeimbang dan pengontrol. Tidak lain, itu adalah kekuatan masyarakat sipil (civil society). Untuk melakukan tugas sejarah itu, masyarakat harus “bergerak”. Gerakan kontrol, advokasi, dan penjagaan keseimbangan yang efektif dan berkualitas hanya bisa dilakukan oleh masyarakat sipil yang kuat. Karenanya penguatan civil society adalah keniscayaan yang tidak dapat ditunda.
Banyak jalan untuk menunaikan “jihad peradaban” ini. Salah satunya melalui organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang sejak lahirnya memang didesain sebagai “jamiyyah” civil society, memegang peran penting dalam proses ini. Sementara untuk menjamin kebersinambungan estavet, tentu NU butuh organisasi yang bergerak dalam pengkaderan. Tidak lain, yang dimaksud adalah IPNU.
Di sinilah IPNU “bertugas”. Sebagai investasi civil society masa depan IPNU lahir sebagai organisasi kader. Salah satu ciri penting organisasi kader adalah penekanannya pada aspek pengkaderan. Dengan kata lain, IPNU bertugas mencetak “generasi besar” yang siap melakukan pertempuran di medan juang masa depan yang kian ganas. “Perlawanan” untuk menciptakan kondisi ideal (ideal future) dipastikan akan semakin menantang. Karenanya dibutuhkan gerakan yang ideal. Untuk melakukan gerakan yang ideal dibutuhkan kader ideal. Nah, di sinilah proses kaderisasi menemukan momentum, tentu dengan sistem dan manajemen yang bekualitas dan terencana serta konsep yang paradigmatik.
Berpijak dari berbagai hal tersebut di atas, Pimpinan Wilayah IPNU Jawa Timur sebagai salah satu garda terdepan kaderisasi NU yang mempunyai 41 Pimpinan Cabang, 650 Pimpinan Anak Cabang serta lebih dari 8000 Pimpinan Ranting dan Komisariat mempunyai mandat besar untuk mencetak kader-kader potensial yang akan meneruskan dan mengemban amanat di Nahdlatul Ulama dan juga Bangsa Indonesia. Untuk PP. IPNU bersama dengan Pimpinan Wilayah IPNU Jawa Timurmenyelanggarakan Latihan Pelatih yang di khususkan untuk mencetak kader pelatih yang handal, cerdas dan berkualitas.
Mengapa harus ada kaderisasi?, Pertanyaan semacam ini sering mengemuka dalam sebuah organisasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus di fahami bersama bahwa setiap sejarah membutuhkan generasi yang dapat “berbuat” untuk zamannya; dalam abad besar, tantangannya pasti besar dan dengan demikian membutuhkan generasi yang besar. Tapi barangkali itu terlalu muluk dan sok filosofis. Kita tengok dengan teropong yang lebih dekat.
Dalam ilmu politik, dikenal tiga domain yang menyangga setiap bangsa, yaitu state (negara), capital (modal/pasar) dan civil society (masyarakat sipil). Dalam konfigurasi itu negara maupun pasar potensial melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. Berbagai kebijakan dan orientasinya sering tidak memihak pada rakyat. Orientasi pasar dan politik yang terlalu tinggi tidak jarang menggusur kepentingan rakyat banyak, terutama rakyat kecil. Celakanya lagi, apabila dua kekuatan itu berkolaborasi. Rakyat pasti dirugikan. Ketidakadilan, kemiskinan, penggusuran adalah buah yang selalu dipetik dari “perkawinan” keduanya.
Nah, bagaimana agar itu tidak terjadi? Dibutuhkan penyeimbang dan pengontrol. Tidak lain, itu adalah kekuatan masyarakat sipil (civil society). Untuk melakukan tugas sejarah itu, masyarakat harus “bergerak”. Gerakan kontrol, advokasi, dan penjagaan keseimbangan yang efektif dan berkualitas hanya bisa dilakukan oleh masyarakat sipil yang kuat. Karenanya penguatan civil society adalah keniscayaan yang tidak dapat ditunda.
Banyak jalan untuk menunaikan “jihad peradaban” ini. Salah satunya melalui organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang sejak lahirnya memang didesain sebagai “jamiyyah” civil society, memegang peran penting dalam proses ini. Sementara untuk menjamin kebersinambungan estavet, tentu NU butuh organisasi yang bergerak dalam pengkaderan. Tidak lain, yang dimaksud adalah IPNU.
Di sinilah IPNU “bertugas”. Sebagai investasi civil society masa depan IPNU lahir sebagai organisasi kader. Salah satu ciri penting organisasi kader adalah penekanannya pada aspek pengkaderan. Dengan kata lain, IPNU bertugas mencetak “generasi besar” yang siap melakukan pertempuran di medan juang masa depan yang kian ganas. “Perlawanan” untuk menciptakan kondisi ideal (ideal future) dipastikan akan semakin menantang. Karenanya dibutuhkan gerakan yang ideal. Untuk melakukan gerakan yang ideal dibutuhkan kader ideal. Nah, di sinilah proses kaderisasi menemukan momentum, tentu dengan sistem dan manajemen yang bekualitas dan terencana serta konsep yang paradigmatik.
Berpijak dari berbagai hal tersebut di atas, Pimpinan Wilayah IPNU Jawa Timur sebagai salah satu garda terdepan kaderisasi NU yang mempunyai 41 Pimpinan Cabang, 650 Pimpinan Anak Cabang serta lebih dari 8000 Pimpinan Ranting dan Komisariat mempunyai mandat besar untuk mencetak kader-kader potensial yang akan meneruskan dan mengemban amanat di Nahdlatul Ulama dan juga Bangsa Indonesia. Untuk PP. IPNU bersama dengan Pimpinan Wilayah IPNU Jawa Timurmenyelanggarakan Latihan Pelatih yang di khususkan untuk mencetak kader pelatih yang handal, cerdas dan berkualitas.
0 comments:
Post a Comment